Friday, April 1, 2011

Apa yang ingin aku lakukan setelah aku hilang pekerjaan?

"Manusia kebiasaan akan menjadi kuat ketika didalam keadaan tertekan, dan akan menjadi lemah dalam keadaan comfort zone";

ini adalah perkataan yang aku salin daripada ustaz Arif di kuliah menara polo pada pagi tadi.

pada pengamatan aku inilah puncanya kenapa kebanyakan orang yang dikatakan golongan 90% itu terperangkap, maka sebenarnya amat beruntunglah manusia itu yang ditimpa sedikit ujian dari Allah itu jika dia melihat dari sudut yang positive.

Memang benar, inilah yang berlaku pada aku ketika ini. Ketika aku hilang pekerjaan, sekarang aku ingin beubah dengan mengambil langkah :-

Langkah pertama:-

1. '0' debt.
2. aku ingin melakukan apa yang aku suka tanpa mengabaikan tanggung jawab aku sebagai seorang suami dan seorang ayh.
3. mencari rezeki dengan mengenali diri

Apakah antara lubuk rezeki yang akan aku lakukan.

1. Disebabkan aku suka berjalan - pekerjaan yang berkaitan dengan travell ; contoh travell agent.
2. Di sebabkan aku suka ilmu - kemungkinan ilmu yang akan divideokan, ilmu yg akan dibukukan, ilmu yang kan di rakamkan.

Berkaitan kedua-duanya ketika aku mengembara , segala2 ny aperlu direkodkan atau pun dirakamkan dan dijadikan sebuah buku.

Apakah peraltan yang aku perlukan untuk melaksanakan :-

1.Camera video. - segala keindahan alam akan dirakam kan disepanjang perjalan .
2.Kamera digital SLR - mencari bahan dan maklumat
3. Komputer/ laptop sendiri , sekarang pakai komputer bini hehe - pengeditan
4. Internet - pemasaran

Kesemua perkara yang diatas adalah memerlukan ilmu, jangan risau ilmu itu akan datang apabila kita cari dikala permasalahan tibul ataupun kita tak tahu buat...

Dan jangan lupa , perkara terakhir..." Ya Allah, ya tuhan ku...aku ini telah hilang pekerjaan, tetapi aku yakin dan percaya dengan musibah inilah yang akan dapat meningkatkan keyakinan(iman) aku terhadap Mu,

Ya Allah bantulah aku, berilah aku kekuatan dalam untuk berusaha mencari rezeki yang halal , tambah lah keyakinan kepadaku bahawa rezeki itu datang daripadaMu, bukan bergantung kepada makhluk mu yang lain, berilah aku petunjukMu YaAllah...engkaulah yang Maha mengetahui segala-galanya..Amin.."


Hasil tulisan : - Latiff 03:50 mlm

Friday, February 25, 2011

My last day @ ACS - 1 Mac 2011

Prepare for Worst-Case Scenario
Milan Doshi narrates an urban cautionary tale for our times
Posted Date: Feb 09, 2011
By: Milan Doshi

Prepare for Worst-Case Scenario

Milan Doshi narrates an urban cautionary tale for our times

When working out their financial goals for the future, I noticed that many people make the grave mistake of Hoping for the Best and they are totally Unprepared for the Worst.

Many people automatically presume that they will be working for the same company for many more years or their existing businesses will continue to flourish in the future. Due to globalization and the internet, the world today has become a lot more inter-connected as well as volatile. Product cum technology life-spans and economic cycles are becoming much shorter. This ultimately results in companies as well as career or job life-spans being reduced as well. The number of years you spent building up your career skill set can easily get outdated if you don’t make it a point to continuously invest in upgrading yourself.

Bob’s Story

Let me share the story of a friend of mine, Bob, aged 45 years, who was the Senior Vice President of the subsidiary of a local public listed company. Bob had worked for the same company for over 15 years and he was expecting to continue working for the same company till he retires at the age 55. Bob was earning more than RM15,000 per month and had settled into his comfort zone. When setting his financial goals, he made the grave mistake of assuming that he would be working for the same company, be entitled to a company car and travel allowances, and enjoying a certain salary increment every year as well as being entitled to purchase his parent company’s shares at a attractive discount every year. He didn’t realize it but he was making the grave mistake of Hoping for the Best and he was ill prepared for any worst-case scenarios.

About two years ago, Bob’s subsidiary was sold off to a Singapore listed company. In Mergers and Acquisitions, it’s common for the company taking over to start putting their own systems and people into the senior and middle management levels. This can only be achieved by letting go of the current senior staff as it’s harder to teach “an old dog new tricks” and much easier to hire a new dog instead. Guess who needed to start looking for another job? It was poor Bob!

Bob was extremely lucky to receive an attractive severance package of 12 months salary. Being in his mid forties, he had tremendous problems looking for another job that offered the same salary and benefits package as his previous company. Eventually after 6 long anguished months, he had no choice but to take up a job that only paid half his last drawn paycheck with no added benefits. Suddenly, Bob’s future financial plans were thrown into disarray. His two teenagers had to forgo their dreams and plans to further their education overseas. They had to make do by studying at local universities.

Assume the Reverse

One of the things that I strongly emphasize during my financial consultations with many people is to assume the reverse i.e. Always Be Financially Prepared for the Worst and then Hope for the Best that any potential worst-case scenario never happens.

My suggestion is to challenge yourself and assume that in the next 2-3 years, either your or your spouse’s earned income will be zero. Assume worst-case scenarios such as your skills have become outdated, your company has closed down, you encounter ill health and can’t work anymore, your business becomes too competitive, there is a global recession, etc.

If ever such an event were to happen in the future, what do you need to do today especially with regards to Money Management and Investments? If you are prepared and something unfortunate does happen, you would be able to sail through the bad times much more easily compared to many people who are caught unprepared.

Some of the ways of being prepared are:

1. Continuously invest in your career and/or business skill set so that they don’t get outdated.

2. Keep Networking both within and out of your industry. It’s a known fact that Who You Know is a lot More Important than What You Know. Meeting the right person at the right point in your life can totally change things around.

3. Never stay with the same department or company for more than 5 years as you will get complacent and fall into your comfort zone. Make it a career goal to move every 5 years. With each move, you will force yourself to get used to new ways of doing things and working with new people.

4. Gradually build up a second source of earned or business income in your spare time. It could be a part-time business, internet marketing or being an agent for insurance, unit trust or real estate. In a worst case scenario like the case of Bob, your second income source can be easily developed into your primary income source.

5. Besides a second income source, try developing multi streams of income from different sources. It’s extremely important to focus and do one thing at a time. Once a new stream is on auto-pilot, move on to the next one.

6. If you are doing well, simplify your lifestyle, save money and invest the surpluses wisely to generate passive income. One of the best, stable and predictable sources of passive income is Rental Income. This will entail taking some investment risks which many people are afraid of. As long as you buy in good locations with high occupancy rates that are easy to rent out (<>

By being mentally, emotionally and financially prepared in advance for any worst- case scenarios, you will be able to face them confidently if they ever do come up compared with people who are often caught with their pants down. All you need to do then is hope and pray it never happens.

Sunday, January 30, 2011

Kisah pengembara Islam yang tiada tandingnya

Kisah pengembaraan Ibnu Battuta yang luar biasa itu, dirampas dan disembunyikan Kerajaan Perancis semasa menjajah benua Afrika.


”Aku tinggalkan Tangier, kampung halamanku, pada Khamis 2 Rajab 725 H/ 14 Jun 1325 M. Pada masa itu usiaku baru 21 tahun empat bulan. Tujuanku adalah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci di Makkah dan berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah,” tulis Ibnu Battuta - pengembara dan penjelajah Muslim terhebat di dunia — membuka pengalaman perjalanan panjangnya dalam buku catatannya, Rihla.

Dengan penuh kesedihan, ia meninggalkan orang tua serta sahabat sahabatnya di Tangier. Tekadnya sudah bulat untuk menunaikan rukun Islam kelima. Perjalanannya menuju ke Baitullah telah membawanya mengembara dan menjelajahi dunia. Seorang diri, dia mengharungi samudera dan menjelajah daratan demi satu tujuan mulia.

”Kehebatan Ibnu Battuta hanya dapat dibandingkan dengan pelancong terkemuka Eropah, Marcopolo (1254 M -1324 M),” ujar Sejarawan Brockelmann mengagumi ketokohan pengembara Muslim itu.

Selama hampir 30 tahun, dia telah mengunjungi tiga benua mulai dari Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan, Eropah Timur, Timur Tengah, India, Asia Tengah, Asia Tenggara, dan Cina.

Perjalanan yang panjang dan pengembaraannya mengelilingi dunia itu mencapai 73 ribu mil atau sejauh 117 ribu kilometer.

Tidak hairanlah, bila kehebatannya mampu mengatasi sejumlah penjelajah Eropah yang diagung-agungkan Barat seperti Christopher Columbus, Vasco da Gama, dan Magellan yang mulai berlayar 125 tahun setelah Ibnu Battuta.

Sejarawan Barat, George Sarton, mencatat jarak perjalanan yang ditempuh Ibnu Battuta melebihi pencapaian Marco Polo.

Tak hairan, bila Sarton geleng-geleng kepala dan mengagumi ketokohan Ibnu Battuta yang mampu mengarungi lautan dan menjelajahi daratan sepanjang 73 ribu mil itu. Sebuah pencapaian yang tak ada duanya pada masa itu.

Siapakah sebenarnya pengembara bernama Ibnu Battuta itu? Pemuda kelahiran Tangier 17 Rajab 703 H/ 25 Februari 1304 itu dengan nama penuh Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim At-Tanji, bergelar Syamsuddin bin Battutah.

Sejak kecil, Ibnu Battuta dibesarkan dalam keluarga yang taat menjaga tradisi Islam. Ibnu Battuta begitu tertarik untuk mendalami ilmu-ilmu fekah dan sastera dan syair Arab.

Ilmu yang dipelajarinya semasa kecil hingga dewasa itu banyak membantunya dalam melalui perjalanan panjangnya.

Ketika Ibnu Battuta membesar menjadi seorang pemuda, dunia Islam dibahagikan kepada kerajaan-kerajaan dan dinasti. Beliau sempat melihat kejayaan Bani Marrin yang berkuasa di Maroko pada abad ke-13 dan 14 M.

Latar belakang Ibnu Battuta begitu jauh berbeza jika dibandingkan Marco Polo yang seorang pedagang dan Columbus yang benar-benar seorang pelayar sejati.

Walaupun Ibnu Battuta adalah seorang teologis, sastrawan puisi dan cendekiawan, serta kemanusian, namun ketokohannya mampu mengatasi keduanya.

Walaupun hatinya berat untuk meninggalkan orang-orang yang dicintainya, Ibnu Battuta tetap meninggalkan kampung halamannya untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah yang berjarak 3.000 mil ke arah Timur.

Bermula dari Tangier, Afrika Utara dia menuju Iskandariah. Lalu kembali bergerak ke Dimyath dan Kaherah.

Setelah itu, dia menjejak kakinya di Palestin dan seterusnya menuju Damaskus. Ia lalu berjalan kaki ke Ladzikiyah hingga sampai di Allepo.

Harapan menuju Mekah terbuka dihadapannya setelah dia melihat satu kafilah sedang bergerak untuk menunaikan ibadat haji ke Tanah Suci. Ia pun bergabung dengan rombongan itu. Beliau menetap di Makkah selama dua tahun.

Setelah cita-citanya tercapai, Ibnu Battuta, ternyata tidak lterus pulang ke Tangier, Maroko. Ia lebih memilih untuk meneruskan pengembaraannya ke Yaman melalui jalan laut dan melawat Aden, Mombosa, Timur Afrika dan menuju ke Kulwa.

Ia kembali ke Oman dan kembali lagi ke Mekah untuk menunaikan Haji pada tahun 1332 M, melalui Hormuz, Siraf, Bahrin dan Yamama.

Itulah pusingan pertama pengembaraan yang tempuh Ibnu Battuta. Pengembaraan pusingan kedua, dilalui Ibnu Battuta dengan menjelajahi Syam dan Laut Hitam.

Ia lalu meneruskan pengembaraannya ke Bulgaria, Roma, Rusia, Turki serta pelabuhan terpenting di Laut Hitam iaitu Odesia, kemudian menyusuri sepanjang Sungai Danube.

Ia lalu berlayar menyeberangi Laut Hitam ke Semenanjung Crimea dan mengunjungi Rusia Selatan dan seterusnya ke India. Di India, ia pernah dilantik menjadi kadi.

Dia kemudiannya bergerak lagi ke Sri Langka, Indonesia, dan Canton. Kemudian Ibnu Battuta mengembara pula ke Sumatera, Indonesia dan melanjutkan perjalanan melalui laut Amman dan akhirnya meneruskan perjalanan darat ke Iran, Iraq, Palestin, dan Mesir.

Beliau kemudiannya kembali ke Makkah untuk menunaikan ibadah hajinya yang ke tujuh pada bulan November 1348 M. Pengembaraan pusingan ketiga kembali dimulai pada 753 H. Beliau sampai di Mali di tengah Afrika Barat dan akhirnya kembali ke Fez, Maroko pada 1355 M.

Ia mengakhiri kisah perjalanannya dengan sebuah kalimah, ”Akhirnya aku sampai juga di kota Fez” dan disitulah dia menuliskan kisah pengembaraannya. Salah seorang penulis bernama Mohad Ibnu Juza menuliskan kisah perjalanannya dengan gaya bahasa yang renyah.

Dalam waktu tiga bulan, buku berjudul Persembahan seorang pengembara tentang Kota-Kota asing dan Perjalanan yang Mengkagumkan, diselesaikannya pada 9 Desember 1355 M.

Secara terperinci, setiap kali mengunjungi sebuah negeri atau negara, Ibnu Battuta mencatat mengenai penduduk, pemerintah, dan ulama.

Ia juga mengisahkan kedukaan yang pernah dialaminya seperti ketika berhadapan dengan penjahat, hampir pengsan bersama kapal yang karam dan nyaris dihukum penggal kepala oleh pemerintah yang zalim.

Ia meninggal dunia di Maroko pada pada tahun 1377 M. Kisah pencapaian Ibnu Battuta yang luar biasa itu, kononnya dirampas dan disembunyikan Kerajaan Perancis semasa menjajah benua Afrika. Buktinya, Barat baru mengetahui kehebatannya setelah tiga abad Ibn Batutta meninggal dunia.
Ehoza.com